Rabu, 22 Maret 2023

PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Paradigma pembangunan di era demokratisasi dan otonomi daerah memberikan kesempatan kepada semua elemen masyarakat ditingkat desa untuk terlibat aktif dalam pembangunan. Oleh sebab itu masyarakat seharusnya terlibat aktif dalam setiap program pembangunan, dari mulai proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi. Menurut Rinawati (2004), dalam otonomi daerah, pembangunan mengalami pergeseran paradigma, yaitu pembangunan partisipatif yang berlandaskan pada partisipasi aktif dari lapisan masyarakat terendah (di desa) mulai dari perencanaan dan pelaksanaan. Lubis (2007) menyatakan perubahan paradigma pembangunan di antaranya dari sentralisasi ke otonomi dan desentralisasi, dari model komunikasi pembangunan pola lama yang linier, teknokratik dan top-down berubah menjadi relasional (dua arah), konvergen, dialogis dan partisipatif. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa “Desa adalah desa dan desa adat atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Lahirnya Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi angin segar bagi desa dimana undang-undang ini memberikan posisi yang cukup kuat bagi desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Lahirnya Undang undang desa juga mengatur tentang kewenangan desa, sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 undang-undang desa bahwa Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Pengaturan tentang kewenangan desa memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi desa untuk menentukan sendiri arah pembangunan yang akan dilaksanakan oleh desa, dengan kata lain bahwa maju mundurnya desa di tentukan sendiri oleh pemerintah desa dan masyarakatnya. Selanjutnya untuk mendukung kewenangan desa, didalam undang-undang desa juga diatur mengenai sumber pendapatan desa. Pengaturan tentang sumber pendapatan desa terdapat dalam Pasal 71 ayat (2) undang-undang nomor 6 Tahun 2014 tentang desa. Yang menyebutkan bahwa pendapatan desa bersumber dari: 1. Pendapatan Asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa; 2. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 3. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; 4. Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; 5. Bantuan Keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; 6. Hibah dan Sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan 7. Lain-lain pendapatan desa yang sah. 

Potensi anggaran yang cukup besar yang dimiliki desa harus disertai dengan perencanaan yang memadai agar supaya anggaran tersebut dapat berdayaguna dan berhasil guna untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kemajuan masyarakat desa. Oleh sebab itu keterlibatan masyarakat secara luas dalam penyusunan perencanaan pembangunan di desa harus difasilitasi oleh desa, sehingga produk dari hasil perencanaan tersebut benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat. Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, jelas wajib melibatkan masyarakat dalam setiap tahapanya. Sehingga dengan keterlibatan masyarakat menjadikan output dari perencanaan desa yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa benar-benar merupakan produk bersama antara Pemerintah Desa dengan masyarakatnya. Dalam tataran perencanaan sebagaimana diuraikan diatas, masyarakat memegang peranan yang sangat penting dan menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan Desa. Karena masyarakatlah yang paling paham akan kondisi desa nya sehingga dari merekalah ide dan gagasan pembangunan desa kedepan dapat digali, dan dijadikan sebagai acuan perencanaan pembangunan. Dalam tataran pelaksanaan, masyarakat berperan dalam proses pengadaan barang/jasa di desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dimana Tim Pelaksana Kegiatan berasal dari unsur Perangkat Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan/atau masyarakat. Dengan adanya unsur masyarakat dalam Tim Pelaksana Kegiatan menjadikan proses pengadaan barang/jasa di desa benar-benar transparan. Dalam pengadaan barang/jasa di desa menggunakan prinsip swakelola, sebagaimana diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, dimana Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa dengan dikerjakan sendiri oleh TPK dan/atau masyarakat setempat. Sehingga dalam pelaksanaan pembangunan di desa seluruh tenaga kerja yang digunakan adalah dari masyarakat, kecuali tenaga teknis yang tidak ada di desa setempat. Dalam konteks belanja desa, Pemerintah Desa harus jeli melihat potensi kesediaan barang/jasa yang ada di desanya, hal ini mutlak diperlukan agar tidak terjadi pemerintah desa belanja di luar desa, sedangkan diwilayahnya tersedia barang/jasa yang dibutuhkan, karena belanja kepada masyarakat setempat merupakan suatu keharusan dalam hal barang/jasa tersedia di desa setempat dan dijual masyarakat, selain agar supaya uang desa berputar dalam desa, masyarakat juga akan mendapatkan manfaat nyata dari alokasi anggaran desa, karena barang/jasa nya dibeli oleh Pemerintah Desa. Prinsip swakelola ini selaras dengan istilah “tuku karo wonge dewek ngodekna sing ngode wonge dewek”. Pertanyaan menariknya adalah bagaimana kalau masyarakat tidak ada yang menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan desa?. Sudah semestinya pemerintah desa berusaha mendorong masyarakat lokal desa untuk mampu menyediakan barang/jasa kebutuhan desa, hal ini dapat dimulai dalam penyediaan barang skala kecil, suatu contoh makanan dan minuman untuk rapat, batu bata, pasir, bambu untuk pembangunan dan lain sebagainya yang bisa digali dari masyarakat. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa, pemerintah desa juga dapat memberdayakan masyarakatnya melalui kegiatan pelatihan. Kegiatan pelatihan kepada masyarakat ini diharapkan mampu membuka wawasan dan keterampilan masyarakat sehingga dapat berkembang, tidak hanya menjadi penyedia lokal desa, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Kegiatan pelatihan untuk masyarakat ini masuk dalam bidang pemberdayaan masyarakat, dan diharapkan menjadi sebuah terobosan baru untuk dapat memberdayakan masyarakat desa. Selain pelatihan yang diberikan, anggaran desa juga dapat dialokasikan untuk pembelian barang penunjang pelatihan, suatu contoh kegiatan Pelatihan menjahit peserta di berikan mesin jahit. Sehingga dengan adanya barang penunjang yang diberikan kepada peserta pelatihanm, diharapkan para peserta mampu mengaplikasikan hasil pelatihannya dalam dunia usaha. Mencermati ketentuan yang ada maka sesungguhnya desa memiliki kesempatan yang sangat luas untuk dapat menggali potensi dan segala sumber daya yang ada di desa. dengan penggalian potensi ini pemerintah desa dan masyarakat diharapkan mampu mengenal betul akan kondisi desanya, sehingga anggaran desa yang besar betul-betul bermanfaat untuk kemajuan desa. Dalam segi pemberdayaan masyarakat, penggalian potensi desa juga mutlak diperlukan, agar program pemberdayaan masyarakat benar-benar berhasil dan mampu memberdayakan. sehingga taraf hidup masyarakat dapat meningkat sebagai tolok ukur keberhasilan sebuah program. Menurut Widjaja (2003) pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik di bidang ekonomi, sosial, agama dan budaya. Selaras dengan pamahaman tersebut, maka dalam meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, tentu tidak dapat dilakukan secara instan akan tetapi diperlukan sebuah upaya yang berkesinambungan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat, pemerintah desa dan masyarakat harus benar-benar memahami akan kemampuan dan potensi yang ada, hal ini diperlukan agar supaya dalam menetapkan program pemberdayaan betul-betul merupakan sebuah kebutuhan dan bukan sebuah keinginan. Sehingga program pemberdayaan masyarakat tidak menjadi bias.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUSRENBANG DESA PEMBAHASAN RKP TAHUN 2025 DI DESA MENGKOWO

  Perubahan paradigma pembangunan dari sentralisasi ke otonomi dan desentralisasi, dari model komunikasi pembangunan pola lama yang linier, ...